Selasa, 28 September 2010

KERJA= KAFA’AH, HIMMATUL AMAL DAN AMANAH

KERJA= KAFA’AH, HIMMATUL AMAL DAN AMANAH
Bekerja – termasuk berbisnis di dalamnya - khususnya bagi orang yang memiliki tanggungan, wajib hukumnya. Karenanya, bekerja merupakan aktivitas yang tidak kalah mulia dibanding misalnya dengan kegiatan ibadah shalat. Orang yang sibuk bekerja mendapat kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah SWT karena telah menunaikan salah satu kewajiban.
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian berusaha (bekerja), maka hendaklah kalian berusaha.” (HR. Thabrani)
“Mencari yang halal itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Thabrani)
Selain memerintahkan bekerja, Islam juga memberikan tuntunan kepada setiap Muslim agar dalam bekerja di bidang apapun haruslah mempunyai sikap yang profesional. Profesionalime menurut pandangan Islam dicirikan oleh tiga hal, yakni (1) kafa`ah, yaitu adanya keahlian dan kecakapan dalam bidang pekerjaan yang dilakukan; (2) himmatul ‘amal, yakni memiliki semangat atau etos kerja yang tinggi; dan (3) amanah, yakni terpercaya dan bertanggungjawab dalam menjalankan berbagai tugas dan kewajibannya serta tidak berkhianat terhadap jabatan yang didudukinya.
Untuk mewujudkan pekerja muslim yang profesional, Islam telah memberikan tuntunan yang yang sangat jelas. Kafa’ah atau keahlian dan kecakapan diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman; (2) Himmatu al-‘amal atau etos kerja yang tinggi diraih dengan jalan menjadikan motivasi ibadah sebagai pendorong utama di samping motivasi penghargaan (reward) dan hukuman (punishment); serta (3) Amanah atau sifat terpercaya dan bertanggungjawab diperoleh dengan menjadikan tauhid sebagai unsur pendorong dan pengontrol utama tingkah laku.
BEKERJA SUNGGUH-SUNGGUH MENGHAPUS DOSA!
Bekerja dengan sungguh-sungguh menurut sejumlah hadits dapat menghapus dosa, yang tidak bisa dihapus oleh aktivitas ibadah ritual sekalipun.
Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni.” (HR. Ahmad)
“Sesungguhnya di antara perbuatan dosa ada dosa yang tidak bisa terhapus (ditebus) oleh (pahala) shaum dan Shalat. Ditanyakan pada Beliau: ‘Apakah yang dapat menghapuskannya, Ya Rasulullah ?” Jawab Rasul SAW: “Kesusahan (bekerja) dalam mencari nafkah penghidupan” (HR. Abu Nu’aim)
“Sesungguhnya di antara perbuatan dosa ada dosa yang tidak bisa terhapus (ditebus) oleh (pahala) shalat, shadaqah (zakat), ataupun haji. Namun hanya dapat ditebus dengan kesusahan dalam mencari nafkah penghidupan.” (HR. Thabrani)
Jika, bekerja sungguh-sungguh saja menghapus dosa, maka sudah semestinya seorang muslim – termasuk para pebisnisnya - dalam menjalankan setiap pekerjaan haruslah bersungguh-sungguh dan penuh semangat. Dengan kata lain, harus dengan etos kerja yang tinggi. Seorang muslim adalah seorang pekerja lebih (smart-worker), mempunyai disiplin yang tinggi, produktif dan inovatif.
TELADAN ‘KERJA LEBIH’ DARI PARA NABI
Para Nabi yang merupakan manusia-manusia terbaik pilihan Allah SWT, dapat dikategorikan sebagai orang-orang yang selalu bekerja lebih di bidangnya, oleh sebab mencari nafkah untuk diri dan keluarganya serta menjadi teladan dan panutan bagi umatnya (At Tamimi, 1995).
Nabi Daud adalah salah satu pengrajin daun kurma yang amat getol bekerja. Menurut sebuah riwayat dari Hasyam bin ‘Urwah dari ayahnya, ketika Nabi Daud berkhutbah, tanpa rasa sungkan beliau menyatakan dirinya sebagai pengrajin daun kurma untuk dibuat keranjang atau lainnya. Dalam hadist yang diriwayatkan Hakim, Nabi Daud juga dikenal sebagai pembuat baju besi.
Nabi Idris adalah penjahit yang selalu menyedekahkan kelebihan dari hasil usahanya setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang sangat sederhana. Nabi Zakaria dikenal sebagai tukang kayu. Sementara Nabi Musa adalah seorang penggembala.
Rasulullah Muhammad SAW adalah juga pedagang yang memiliki reputasi usaha dan integritas pribadi tinggi. Bahkan sebelum masa kenabiannya, penduduk Mekah sendiri telah memanggilnya dengan gelar Siddiq (jujur) dan Al Amin (terpercaya). Pekerjaan berdagang itu dilakukan Nabi SAW setelah pernah bekerja sebagai penggembala domba milik orang-orang Mekkah.
Sikap kerja lebih juga ditampakkan oleh generasi shahabat Rasulullah SAW dan para imam. Abdurrahman bin Auf, melalui kelihaiannya membaca peluang yang ada, bahkan berhasil menyingkirkan peran para pengusaha Yahudi sebagai pelaku ekonomi utama di Madinah saat itu. Utsman bin Affan, dengan kerja lebih, usaha dagangnya (bahan pakaian) membesar hingga menjadi sebuah konglomerasi usaha yang membawa banyak kebaikan bagi umat Islam di Madinah. lmam Abu Hanifah, selain sibuk mengurus umat dan menjaga syariah juga adalah seorang pedagang bahan pakaian yang amat jujur dan berhasil (At Tamimi, 1995; Afzalurrahman, 1997).
http://drise-online.com/index.php/muslim-preneur/42-kerja-kafaah-himmatul-amal-dan-amanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar