Selasa, 28 September 2010

Anak Unggul Lahir dari Ibu Tangguh

bu Tangguh

Pengertian ibu tangguh adalah Ibu yang mempunyai kepribadian Islam (Syakhkhshiyyah Islamiyyah) dan mampu menjalankan peran ibu. Ibu yang mempunyai kepribadian Islam akan selalu menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan di dalam berfikir dan berbuat. Ia juga memahami potensi dirinya dan mampu mengoptimalkan dalam rangka mencetak anak unggul. Untuk menjadi ibu tangguh juga harus mengetahui dan menguasai konsep pendidikan anak.
Ibu yang tangguh ketika hendak melakukan suatu perbuatan apapun ia akan berfikir terlebih dahulu dengan akal yang sudah dianugerahkan Allah. Dalam perenungannya ia merasa lemah dan serba terbatas, ia sendiri tidak tahu berapa jumlah rambut di kepalanya, ia tidak bisa mengendalikan detak jantungnya, ia tidak tahu berapa jumlah air yang dikonsumsi selama hidupnya? Ia tidak tahu kenapa ada perasaan sayang sama anak dan suaminya? Kenapa ada perasaan benci? Mengapa kita ingin memiliki? Kenapa ada rasa takut dalam dirinya ?, Kenapa harus ada rasa lapar dan haus? Kenapa dan masih banyak beribu-ribu kenapa yang tidak bisa di jawabnya. Memang, tidak hanya ibu itu tapi manusia lainpun tidak akan mampu menjawabnya kecuali hanya dugaan-dugaan. Apalagi dalam hal-hal yang ghaib. Bagaimanakah setan itu? Seperti apakah malaikat itu? Kapan hari kiamat itu? Manusia tentu tidak bisa menjawabnya.

mengajiBerdasar kesadaran akan kelemahan dan serba kurangnya yang ia peroleh dari proses berfikir (proses aqliyyah) itu, maka akan dihasilkan pola pikir Islam, maka ia menyerahkan pengaturan hidupnya kepada hukum dan peraturan Allah. Dimana Allah Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-hambanya. Ia punya keyakinan bahwa tunduk pada aturan produk manusia hanya akan mendatangkan kesengsaraan. Allah berfirman : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui” (QS. Al Baqarah : 216). Jadi ketika berfikir yang menggunakan akalnya selalu dilandasi dengan aqidah Islam yang dimilikinya, akan terwujudlah aqliyyah Islamiyyah (pola pikir Islam).

Ia akan selalu mencari tahu dengan proses berfikirnya (proses aqliyyah), Apakah perbuatannya dilarang Allah atau tidak. Kalau dilarang , maka akan ditinggalkan, jika boleh mungkin akan ia lakukan bila dibutuhkan. Sehingga tidak ada satupun baginya perbuatan yang bebas nilai. Suatu kaidah Syara : Setiap perbuatan manusia terikat pada hukum syara’ melekat dalam dirinya. Ia menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini adalah makhluk ciptaan Allah, dan tujuan diciptakannya di bumi ini adalah beribadah kepada Allah. Ia akan hati-hati dalam menjalani kehidupan ini agar sesuai dengan kehendak Kekasihnya sekaligus Penciptanya. Ia juga yakin bahwa semua perbuatannya akan dimintai pertanggung jawaban kelak, baik yang ia lakukan sembunyi sembunyi maupun ketika dilihat orang. Semua tidak ada yang lepas dari pengawasan dan penglihatan Allah. Selalu terngiang-ngiang dalam ingatannya Firman Allah QS Ath Thur :21 yang artinya “Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakan”, QS. Almuddatsir :38, yang artinya :”Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya."

Ibu yang tangguh akan menggunakan akalnya untuk mengamati perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh anaknya. Bagaimana anak makan, minum, berbicara, bagaimana cara mengungkapkan rasa amarahnya, kegembiraannya, ekspresi wajahnya. Ia gunakan akalnya untuk menganalisa potensi yang dimiliki anaknya. Apakah anaknya punya rasa ingin tahu yang besar? Anak mudah menghafal, percaya diri, mudah adaptasi, aktif dan lain-lain. Ia juga berfikir keras tentang apa yang akan dilakukan dengan potensi yang dimiliki anaknya. Dengan akalnya dia juga akan membuat langkah-langkah perbaikan secara sistematis disertai dengan pemilihan cara dan penggunaan sarana yang tepat, sehingga ia tidak malas berfikir, selalu penasaran, banyak bertanya untuk kemajuan pendidikan anaknya.

Ibu yang tangguh ketika memenuhi tuntutan kebutuhan jasmaninya (makan, minum) maupun naluri-nalurinya (memiliki harta, memiliki anak), tak lepas pula ia mengikatkan dengan Aqidah Islam. Dari sini akan lahir apa yang disebut pola sikap Islam (nafsiyyah Islamiyyah) Misalnya dalam memenuhi salah satu naluri melestarikan jenisnya (gharizah nau’), ia mengkaitkan aktifitasnya dalam mendidik anak dengan keyakinanya (aqidahnya). Ia sadar bahwa anak adalah amanah dari Allah yang harus dipertanggung jawabkan, maka akan melahirkan sikap bahwa ia akan melakukan penjagaan terhadap anak tersebut dan akan mendidiknya sebaik-baiknya sebagai kehendak Sang Pemberi Amanah. Contoh nafsiyyah Islam yang lain adalah Ibu senantiasa berupaya sungguh-sungguh agar kebutuhan anaknya terpenuhi (gizi makan, minum dan lain-lain), ibu selalu menginginkan kehidupan anaknya menjadi sholeh, ingin anaknya memiliki prestasi yang membanggakan, ingin kehidupan anaknya lebih baik dari dirinya, ibu memiliki kasih sayang yang luas.

Proses pengkaitan antara dorongan yang muncul dari kebutuhan jasmani serta naluri ini disebut nafsiyyah Islamiyyah. Ibu yang memiliki pola pikir Islam (Aqliyyah Islam) dan pola sikap Islam (Nafsiyyah Islam) disebut berkepribadian Islam atau bersyakhshiyyah Islam.

Ibu yang beraqliyyah Islam, dalam menjalani step-step mendidik, mengarahkan anaknya selalu ia lekatkan dengan perintah robbnya dan akan mencari bagaimana Islam memberikan petunjuk di dalam mendidik anak usia dini. Ketika menjumpai anaknya berbuat salah, ia berfikir dulu sebelum mengambil sikap apapun. Ia cermati, kenapa si anak melakukan aktivitas yang menurut orangtua salah? Apakah perbuatan itu dia sengaja atau tidak, dia tahu apa tidak bahwa perbuatan itu salah, apakah fatal atau tidak akibatnya, apakah anak hanya meniru orang lain yang tanpa mengerti maksudnya?. Apakah ibu layak memarahi ketika ternyata perbuatan itu tidak disengaja oleh anak atau hanya meniru tanpa tahu maknanya? Misalnya anak berkata kotor saat masih balita. Pada anak usia dini, ia juga menyadari bahwa proses berfikir belumlah sempurna, tepatkah ibu menghukum anak dengan pukulan? Ibu yang tangguh akan berfikir bahwa belum waktunya kita memberikan hukuman fisik semacam pukulan karena ia tahu bahwa tuntunan hadits membolehkan orangtua menghukum secara fisik ketika umur anak mencapai 10 tahun, itupun ketika cara-cara lain sudah tidak mempan. Ia akan bertindak cukup dengan menjelaskan pada anak tentang efek tidak disenangi pada orang lain. Seberapa besarnya kesalahan anak usia dininya, dia akan cari solusi yang pas dan tidak melanggar hukum Allah, agar tidak berefek buruk pada anaknya kelak di kemudian hari.

Demikian pula ketika anak menghilangkan barang berharga seperti handphone. Ibu tangguh akan memilih bertanya kepada anak, kemana tadi HP di bawa? Hal ini memungkinkan masih bisa dirunut sehingga mungkin diketemukan dari pada marahin anak dengan berteriak-teriak, karena dengan marah tidak bisa HP kembali dan anakpun akan menerima pelajaran buruk yaitu marah bila dikecewakan orang nantinya. Ibu juga tidak akan menipu atau berbohong pada anak, karena hal itu tidak diperkenankan oleh Alloh. Ibu yang punya pola pikir Islam akan memahami apa saja yang dibolehkan dan yang tidak diperbolehkan saat mendidik anak.

Ibu yang beraqliyyah Islam dia akan memahami konsep Ibu di dalam Islam, bahwa Ibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anaknya, dan ini merupakan kewajibannya yang tidak digantikan oleh siapa pun. Ia juga akan mampu menghukumi fakta didasarkan pada aqidah Islam, misalkan air kencing anaknya yang belum makan selain ASI ketika mengenai bajunya. Ia juga tidak berupaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan dalam mendidik anaknya. Yah, ia akan jadi ibu yang tangguh, yang memiliki daya juang yang tinggi demi masa depan anak dan ummat manusia secara keseluruhan.

http://www.tpamujahidin.com/index.php?option=com_content&view=article&id=49%3Aanak-unggul-lahir-dari-ibu-tangguh&catid=7%3Apendidikan&Itemid=10&limitstart=4

Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini

Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun (Direktorat PAUD, 2004). Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.

Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan panduan stimulasi dalam program Bina Keluarga Balita (BKB) sejak tahun 1980, namun implementasinya belum memasyarakat. Hasil penelitian Herawati (2002) di Bogor menemukan bahwa dari 265 keluarga yang diteliti, hanya terdapat 15% yang mengetahui program BKB. Faktor penentu lain dari kurang memasyarakatnya program BKB adalah rendahnya tingkat partisipasi orang tua. Kemudian pada tahun 2001, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda mengeluarkan program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Namun keberadaan program tersebut sampai saat ini belum menjangkau tingkat pedesaan secara merata, sehingga belum dapat diakses langsung oleh masyarakat.

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis dalam pembangunan sumberdaya manusia. Tidak mengherankan apabila banyak negara menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Di Indonesia sesuai pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia telah ditempatkan sejajar dengan pendidikan lainnya. Bahkan pada puncak acara peringatan Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2003, Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan pelaksanaan pendidikan anak usia dini di seluruh Indonesia demi kepentingan terbaik anak Indonesia (Direktorat PAUD, 2004).



PAUD Berbasis Aqidah Islam

Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk generasi berkualitas pemimpin, yakni (1) berkepribadian Islam,(2) menguasai tsaqofah Islam, dan (3) menguasai ilmu kehidupan (sains dan teknologi) yang memadai. Apabila ke tiga tujuan ini tercapai, maka akan terwujudlah generasi pemimpin yang individunya memiliki ciri sebagai insan yang sholeh/sholehah, sehat, cerdas dan peduli bangsa.

Setiap orang harus siap untuk menjadi pemimpin. Karena kepemimpinan itu sebuah sunatullah dan merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak. Sebagaimana ditegaskan didalam sabda Rasulullah SAW: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya... (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar).

Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam ini sangat erat kaitannya dengan sistem hidup Islam. Sebagai bagian yang menyatu (integral) dari sistem kehidupan Islam, pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau lingkungan, dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut. Sementara sub-sub sistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan pendidikan itu sendiri, anak didik (pelajar/mahasiswa), manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan.

Interaksi fungsional antar subsistem pendidikan dikenal sebagai proses pendidikan. Proses pendidikan dapat terjadi di mana saja, sehingga berdasarkan pengorganisasian serta struktur dan tempat terjadinya proses tersebut dikenal adanya pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Melalui proses ini diperoleh hasil pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

Untuk menjaga kesinambungan proses pendidikan dalam menjabarkan pencapaian tujuan pendidikan, maka keberadaan kurikulum pendidikan yang integral menjadi suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Kurikulum pendidikan integral sangatlah khas dan unik. Kurikulum ini memiliki ciri- ciri yang sangat menonjol pada arah, azas, dan tujuan pendidikan, unsur-unsur pelaksana pendidikan serta pada struktur kurikulumnya.

Azas pendidikan Islam adalah aqidah Islam. Azas ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi diantara semua komponen penyelenggara pendidikan. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah Islam sebagai azas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah menjadikan aqidah Islam sebagai standar penilaian. Dengan istilah lain, aqidah Islam difungsikan sebagai kaidah atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan. Oleh sebab itu, implementasi pendidikan anak usia dini adalah PAUD BAI.

Pihak-Pihak yang Berperan dalam PAUD

Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini adalah pemerintah (negara), masyarakat dan keluarga. Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar?dasar kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat?kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.

Masyarakat yang menjadi lingkungan anak menjalani aktivitas sosialnya mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi baik buruknya proses pendidikan, karena anak satu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Interaksi dalam lingkungan ini sangat diperlukan dan berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun biologis. Oleh sebab itu masalah?masalah yang akan dihadapi anak ketika berinteraksi dalam masyarakat harus difahami agar kita dapat mengupayakan solusinya. Masyarakat yang terdiri dari sekumpulan orang yang mempunyai pemikiran dan perasaan yang sama serta interaksi mereka diatur dengan aturan yang sama, tatkala masing?masing memandang betapa pentingnya menjaga suasana kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi maka semua orang akan sepakat memandang mana perkara-perkara yang akan membawa pengaruh positif dan mana yang membawa pengaruh negatif bagi pendidikan generasi. Sedapat mungkin perkara negatif yang akan menjerumuskan anak akan dicegah bersama. Disinilah peran masyarakat sebagai kontrol sosial untuk terwujudnya generasi ideal. Masyarakat yang menjadi lingkungan hidup generasi tidak saja para tetangganya tetapi juga termasuk sekolah dan masyarakat dalam satu negara. Karena itu para tetangga, para pendidik dan juga pemerintah sebagai penyelenggara urusan negara bertanggung jawab dalam proses pendidikan generasi.

Selain keluarga dan sekolah, partai dan organisasi masyarakat seperti majelis ta’lim, mempunyai peran dalam melahirkan generasi berkualitas pemimpin. Disanalah generasi akan dibina untuk menjadi politikus yang ulung dan tangguh. Oleh sebab itu, partai dan ormas ini juga berperan dalam membina para ibu agar ibu dapat mendidik generasi secara baik dan benar. Dari seluruh pihak yang mempunyai tanggungjawab dalam mendidik generasi cerdas, generasi peduli bangsa, tentu negaralah yang mempunyai peran terbesar dan terpenting dalam menjamin berlangsungnya proses pendidikan generasi.

Negara bertanggung jawab mengatur suguhan yang ditayangkan dalam media elektronik dan juga mengatur dan mengawasi penerbitan seluruh media cetak. Negara berkewajiban menindak perilaku penyimpangan yang berdampak buruk pada masyarakat dll. Negara sebagai penyelenggara pendidikan generasi yang utama, wajib mencukupi segala sarana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan umat secara layak. Atas dasar ini negara wajib menyempurnakan pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Kebijakan pendidikan bebas biaya akan membuka peluang yang sebesar?besarnya bagi setiap individu rakyat untuk mengenyam pendidikan, sehingga pendidikan tidak hanya menyentuh kalangan tertentu (yang mampu) saja, dan tidak lagi dijadikan ajang bisnis yang bisa mengurangi mutu pendidikan itu sendiri. Padahal mutu pendidikan sangat mempengaruhi corak generasi yang dihasilkannya.

Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pendidik yang handal. Mereka yang memiliki kepribadian Islam yang luhur, punya semangat pengabdian yang tinggi dan mengerti filosofi pendidikan generasi serta cara?cara yang harus dilakukannya, karena mereka adalah tauladan bagi anak didiknya. Kelemahan sifat pada pendidik berpengaruh besar terhadap pola pendidikan generasi. Seorang guru tidak hanya menjadi penyampai ilmu pada muridnya tetapi ia seorang pendidik dan pembina generasi. Agar para pendidik bersemangat dalam menjalankan tugasnya tentu saja negara harus menjamin kehidupan materi mereka. Ini dapat memberi motivasi lebih pada mereka meski tugas mereka tidak ditujukan semata untuk memperoleh materi, tetapi merupakan ibadah yang mempunyai nilai tersendiri di sisi Allah SWT. Betapa besar jasa para pendidik yang hingga ada ungkapan: "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa". Tentu saja pengabdian mereka harus mendapat penghargaan, dan ini merupakan tanggungjawab negara.
sumber: www.eldina.com

KERJA= KAFA’AH, HIMMATUL AMAL DAN AMANAH

KERJA= KAFA’AH, HIMMATUL AMAL DAN AMANAH
Bekerja – termasuk berbisnis di dalamnya - khususnya bagi orang yang memiliki tanggungan, wajib hukumnya. Karenanya, bekerja merupakan aktivitas yang tidak kalah mulia dibanding misalnya dengan kegiatan ibadah shalat. Orang yang sibuk bekerja mendapat kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah SWT karena telah menunaikan salah satu kewajiban.
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian berusaha (bekerja), maka hendaklah kalian berusaha.” (HR. Thabrani)
“Mencari yang halal itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Thabrani)
Selain memerintahkan bekerja, Islam juga memberikan tuntunan kepada setiap Muslim agar dalam bekerja di bidang apapun haruslah mempunyai sikap yang profesional. Profesionalime menurut pandangan Islam dicirikan oleh tiga hal, yakni (1) kafa`ah, yaitu adanya keahlian dan kecakapan dalam bidang pekerjaan yang dilakukan; (2) himmatul ‘amal, yakni memiliki semangat atau etos kerja yang tinggi; dan (3) amanah, yakni terpercaya dan bertanggungjawab dalam menjalankan berbagai tugas dan kewajibannya serta tidak berkhianat terhadap jabatan yang didudukinya.
Untuk mewujudkan pekerja muslim yang profesional, Islam telah memberikan tuntunan yang yang sangat jelas. Kafa’ah atau keahlian dan kecakapan diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman; (2) Himmatu al-‘amal atau etos kerja yang tinggi diraih dengan jalan menjadikan motivasi ibadah sebagai pendorong utama di samping motivasi penghargaan (reward) dan hukuman (punishment); serta (3) Amanah atau sifat terpercaya dan bertanggungjawab diperoleh dengan menjadikan tauhid sebagai unsur pendorong dan pengontrol utama tingkah laku.
BEKERJA SUNGGUH-SUNGGUH MENGHAPUS DOSA!
Bekerja dengan sungguh-sungguh menurut sejumlah hadits dapat menghapus dosa, yang tidak bisa dihapus oleh aktivitas ibadah ritual sekalipun.
Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni.” (HR. Ahmad)
“Sesungguhnya di antara perbuatan dosa ada dosa yang tidak bisa terhapus (ditebus) oleh (pahala) shaum dan Shalat. Ditanyakan pada Beliau: ‘Apakah yang dapat menghapuskannya, Ya Rasulullah ?” Jawab Rasul SAW: “Kesusahan (bekerja) dalam mencari nafkah penghidupan” (HR. Abu Nu’aim)
“Sesungguhnya di antara perbuatan dosa ada dosa yang tidak bisa terhapus (ditebus) oleh (pahala) shalat, shadaqah (zakat), ataupun haji. Namun hanya dapat ditebus dengan kesusahan dalam mencari nafkah penghidupan.” (HR. Thabrani)
Jika, bekerja sungguh-sungguh saja menghapus dosa, maka sudah semestinya seorang muslim – termasuk para pebisnisnya - dalam menjalankan setiap pekerjaan haruslah bersungguh-sungguh dan penuh semangat. Dengan kata lain, harus dengan etos kerja yang tinggi. Seorang muslim adalah seorang pekerja lebih (smart-worker), mempunyai disiplin yang tinggi, produktif dan inovatif.
TELADAN ‘KERJA LEBIH’ DARI PARA NABI
Para Nabi yang merupakan manusia-manusia terbaik pilihan Allah SWT, dapat dikategorikan sebagai orang-orang yang selalu bekerja lebih di bidangnya, oleh sebab mencari nafkah untuk diri dan keluarganya serta menjadi teladan dan panutan bagi umatnya (At Tamimi, 1995).
Nabi Daud adalah salah satu pengrajin daun kurma yang amat getol bekerja. Menurut sebuah riwayat dari Hasyam bin ‘Urwah dari ayahnya, ketika Nabi Daud berkhutbah, tanpa rasa sungkan beliau menyatakan dirinya sebagai pengrajin daun kurma untuk dibuat keranjang atau lainnya. Dalam hadist yang diriwayatkan Hakim, Nabi Daud juga dikenal sebagai pembuat baju besi.
Nabi Idris adalah penjahit yang selalu menyedekahkan kelebihan dari hasil usahanya setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang sangat sederhana. Nabi Zakaria dikenal sebagai tukang kayu. Sementara Nabi Musa adalah seorang penggembala.
Rasulullah Muhammad SAW adalah juga pedagang yang memiliki reputasi usaha dan integritas pribadi tinggi. Bahkan sebelum masa kenabiannya, penduduk Mekah sendiri telah memanggilnya dengan gelar Siddiq (jujur) dan Al Amin (terpercaya). Pekerjaan berdagang itu dilakukan Nabi SAW setelah pernah bekerja sebagai penggembala domba milik orang-orang Mekkah.
Sikap kerja lebih juga ditampakkan oleh generasi shahabat Rasulullah SAW dan para imam. Abdurrahman bin Auf, melalui kelihaiannya membaca peluang yang ada, bahkan berhasil menyingkirkan peran para pengusaha Yahudi sebagai pelaku ekonomi utama di Madinah saat itu. Utsman bin Affan, dengan kerja lebih, usaha dagangnya (bahan pakaian) membesar hingga menjadi sebuah konglomerasi usaha yang membawa banyak kebaikan bagi umat Islam di Madinah. lmam Abu Hanifah, selain sibuk mengurus umat dan menjaga syariah juga adalah seorang pedagang bahan pakaian yang amat jujur dan berhasil (At Tamimi, 1995; Afzalurrahman, 1997).
http://drise-online.com/index.php/muslim-preneur/42-kerja-kafaah-himmatul-amal-dan-amanah

Teladan "Kerja Lebih" dari Para Nabi

Para Nabi yang merupakan manusia-manusia terbaik pilihan Allah SWT, dapat dikategorikan sebagai orang-orang yang selalu bekerja lebih di bidangnya, oleh sebab mencari nafkah untuk diri dan keluarganya serta menjadi teladan dan panutan bagi umatnya (At Tamimi, 1995).
Nabi Daud adalah salah satu pengrajin daun kurma yang amat getol bekerja. Menurut sebuah riwayat dari Hasyam bin ‘Urwah dari ayahnya, ketika Nabi Daud berkhutbah, tanpa rasa sungkan beliau menyatakan dirinya sebagai pengrajin daun kurma untuk dibuat keranjang atau lainnya. Dalam hadist yang diriwayatkan Hakim, Nabi Daud juga dikenal sebagai pembuat baju besi.
Nabi Idris adalah penjahit yang selalu menyedekahkan kelebihan dari hasil usahanya setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang sangat sederhana. Nabi Zakaria dikenal sebagai tukang kayu. Sementara Nabi Musa adalah seorang penggembala.
Rasulullah Muhammad SAW adalah juga pedagang yang memiliki reputasi usaha dan integritas pribadi tinggi. Bahkan sebelum masa kenabiannya, penduduk Mekah sendiri telah memanggilnya dengan gelar Siddiq (jujur) dan Al Amin (terpercaya). Pekerjaan berdagang itu dilakukan Nabi SAW setelah pernah bekerja sebagai penggembala domba milik orang-orang Mekkah.
Sikap kerja lebih juga ditampakkan oleh generasi shahabat Rasulullah SAW dan para imam. Abdurrahman bin Auf, melalui kelihaiannya membaca peluang yang ada, bahkan berhasil menyingkirkan peran para pengusaha Yahudi sebagai pelaku ekonomi utama di Madinah saat itu. Utsman bin Affan, dengan kerja lebih, usaha dagangnya (bahan pakaian) membesar hingga menjadi sebuah konglomerasi usaha yang membawa banyak kebaikan bagi umat Islam di Madinah. lmam Abu Hanifah, selain sibuk mengurus umat dan menjaga syariah juga adalah seorang pedagang bahan pakaian yang amat jujur dan berhasil (At Tamimi, 1995; Afzalurrahman, 1997).
http://drise-online.com/index.php/muslim-preneur/42-kerja-kafaah-himmatul-amal-dan-amanah

Sabtu, 18 September 2010

Dimanakah al-Mu’tashim untuk Menghalangi Pembakaran al-Quran di Amerika?

Media massa memberitakan bahwa seorang pendeta yang disebut Tery Jones, seorang yang hina diusir oleh teman-temannya dari gereja Jerman. Sebelumnya ia telah divonis bersalah oleh pengadilan Jerman dan divonis bersalah telah melakukan manipulasi. Pendeta Tery Jones bertekad membakar mushhaf al-Quran al-Karim bersama dengan pendukungnya yang tidak lebih dari puluhan orang di Dove World Outreach Center sebuah gereja di Florida pada hari Sabtu dalam peringatan 11 September 2001. Sebagian pejabat barat meneteskan air mata penyesalan atas rencana perbuatan pendeta Jones itu untuk menampakkan protes dan kecaman mereka terhadap perbuatan itu seraya menegaskan bahwa mereka menghormati agama Islam.

Orang yang memperhatikan sejarah hubungan barat dengan Islam akan menemukan bahwa politik metodologis yang ditempuh sejak berabad-abad dan diterapkan oleh persekutuan kekuasaan gereja dengan kekuasaan politik bertujuan menciptakan kebencian yang berurat berakar di dalam hati barat terhadap Islam dan pemeluknya.

Contoh paling jelas dari hal itu adalah sikap Kanselir Jerman Angela Merkel yang menggambarkan rencana pembakaran al-Quran hari Sabtu dalam peringatan 11 September itu sebagai “sama sekali tidak menghormati, ofensif dan salah”. Ia mengatakan bahwa kebebasan “selalu berkaitan dengan tanggungjawab”.

Berkaitan dengan ucapannya itu, maka dahulu ia memberi penghormatan kepada penjahat Denmark yang menistakan Nabi saw ketika menyebarkan kartun penghinaan, ucapannya itu dikeluarkan dalam perayaan Rabu sore tanggal 8 September 2010 di depan federasi A 100 di depan berbagai media massa di kota Postdam Jerman. Kenyataannya, pendeta Jones itu, seandainya ia tidak mendapati semua dukungan dari berbagai organisasi berkuasa dan media-media massa yang menjadi kepanjangan tangan mereka yang menguatkan api kebencian dan kedengkian terhadap Islam dan kaum muslim, niscaya tidak ada seorangpun di dunia yang mendengarkan kedunguannya. Akan tetapi, langkah Jones itu sebenarnya bergerak dalam melayani politik imperialisme barat, di mana Amerika menghadapi serangkaian krisis yang ia tidak bisa keluar dari krisis itu kecuali di atas jasad dan darah umat Islam dan perampokan kekayaan mereka. Dari sini ada kebutuhan terus menerus untuk menciptakan hantu dan monster bahaya Islami setelah runtuh dan lenyapnya bahaya komunisme.

Pernyataan Merkel yang bernada tinggi di depan media massa itu merupakan bukti terbesar atas kemunafikan Merkel dan kemunafikan politik barat. Kemunafikan itu hanya bisa diimbangi oleh kemunafikan dan kebohongan pernyataan para pejabat Amerika bahwa mereka menghormati Islam, bahkan sebagian dari mereka pergi menghadiri buka puasa ramadhan.

Jhon Brennan penasehat senior Obama untuk urusan terorisme menyatakan dan ia memeriksa lembaran-lembaran dokumen strategi keamanan yang baru yang diumumkan oleh presiden Obama pada akhir bulan Mei lalu bahwa Amerika Serikat “tidak menganggap dirinya sedang berperang melawan Islam”. Ia mengklaim “kami tidak akan dan tidak akan pernah selamanya berada dalam perang melawan Islam”.

Adapun terbunuhnya ratusan ribu kaum muslim baik laki-laki, perempuan dan anak-anak di Irak, Afganistan, Palestina dan Lebanon maka kami tidak tahu semua itu dianggap apa oleh Mr. Brennan? Bisa jadi ia tidak menganggapnya lebih dari takdir (biaya) tak terelakkan (manifest destiny) –ungkapan Amerika sebanding dengan “beban laki-laki kulit putih” (The White man Burden), sebuah ungkapan Inggris yang menjustifikasi pembangunan kekaisaran Inggris di atas jutaan korban selama invasi imprialisme pada abad ke sembilan belas-. Perang terhadap Islam dan kaum muslim tidak pernah berhenti sejak Nabi saw diutus. Hal itu ditegaskan oleh mantan presiden AS, Bush, dengan menggambarkan sebagai “perang salib”. Saat ini kita hidup dalam bagian-bagian yang mengerikan dalam bentuk pendudukan, pembunuhan, pencacian Nabi kekasih kita, pembakaran al-Quran al-Karim, pelarangan hijab dan syiar-syiar Islam lainnya. Maha benar Allah SWT yang berfirman:

قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآياتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ

Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. (QS Ali Imran [3]: 118)

Wahai Kaum Muslim

· Beredar dalam ucapan sebagian orang bahwa perbuatan orang rendahan itu menghinakan dan merendahkan dia dan kaumnya serta menelanjangi aib dan kemunafikan peradaban barat. Meski perkataan itu benar, namun itu bukan pokok bahasannya. Pokok bahasannya adalah hukum syara’ yang wajib ditebus oleh kaum muslim dengan darah dan nyawa, dan yang wajib menghalangi kelancangan orang-orang hina terhadap kehormatan agama bahkan kehormatan kaum muslim sebagaimana yang terjadi dalam kejadian pelanggaran yang dilakukan oleh seorang Yahudi terhadap kehormatan seorang wanita. Hal itu merupakan pelanggaran perjanjian bani Qainuqa’ dengan Rasulullah saw, maka Rasul pun mengusir mereka dari Madinah Munawarah.

· Jika kaum muslim sibuk “berkoar” dibelakang tuan mereka yang ada di istana-istana barat dari pada membela agama Allah, bahkan mereka justru berlomba dalam memerangi Allah dan Rasul-Nya untuk menyenangkan Amerika dalam apa yang disebut perang melawan terorisme, maka kewajiban syar’inya adalah umat wajib mencabut para penguasa itu dan selanjutnya membaiat seorang imam yang memerintah menurut Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan menerapkan hukum-hukum syara’, melindungi kemuliaan kaum muslim dan mempertahankan kehormatan dan kemuliaan mereka, agar orang-orang hina tidak berani lancang terhadap mereka.

· Kewajiban terendah dan segera bagi umat Islam seluruhnya adalah hendaknya mereka tidak tidur hingga para duta negara-negara imperialis diusir dari negeri-negeri kita. Dan hendaknya mereka mengumumkan jihad untuk mengusir semua pengaruh militer barat agressor di negeri-negeri kaum muslim. Kaedah syar’i menyatakan “suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib”. Dan bahwa hal itu tidak akan sempurna di bawah penguasa yang menjual diri mereka kepada setan, maka Islam mewajibkan untuk mencabut kekuasaan mereka hari ini, bukan besok; dan membaiat seorang penguasa yang memerintah menurut apa yang telah diturunkan oleh Allah, menjunjung tinggi panji jihad, memimpin armada kaum muslim untuk membebaskan negeri-negeri yang diduduki di Irak, Afganistan, Palestina dan lainnya. Juga mengambil langkah tegas yang membuat para penguasa negara-negara barat berpikir ulang seribu kali sebelum berani lancang terhadap kehormatan dan syiar-syiar Islam baik dalam bentuk pembangunan masjid atau pelaksanaan kewajiban syar’i dalam berhijab dan lainnya. Pada saat itu seorang muslim tidak perlu hidup dalam kerendahan dan ketidakadilan di masyarakat barat yang menyerang agamanya pagi dan petang.

Allah SWT berfirman:

كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ

Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang”. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS Mujadilah [58]: 21)

Utsman Bakhash

Direktur Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir

(sumber : Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir; No : 1431 H / 13; Tanggal: 30 Ramadhan 1431 H / 09 September 2010 M)

Jika Keuangan Keluarga Terbatas

Assalamualikum, Wr, Wb‎
Begini teh, saya pernah membaca sebuah artikel disalah satu media cetak yang ‎membahas tentang masalah financial sebuah keluarga yang serba terbatas.‎
Saya ini hendak menikah secara financial serba terbatas. Apalagi saya masih baru ‎bekerja dengan penghasilan yang minim dan itupun mungkin hanya bisa mencukupi ‎kebutuhan pokok saja, sedangkan calon istri saya ini dari keluarga mampu dan selalu ‎kecukupan, dan segala kebutuhannya selalu terpenuhi secara materi.‎
Harapan saya nanti ketika sudah menikah tentunya bersama istri saya kelak bisa ‎hidup mandiri tanpa menggantungkan orang tua. Oleh karena itu bagaimana cara ‎keluarga saya nanti bisa sukses dalam masalah finansialnya, mohon penjelasannya dan ‎terimakasih atas sarannya. (Kusuma, Bali)‎

Wassalmualikum Wr, Wb.‎
Kusuma yang baik, ,, ‎
Menikah memang bukan hal yang mudah, semuanya haruslah dipertimbangkan, ‎masalah finansialpun merupakan hal yang penting juga untuk dipertimbangkan. ‎Terutamanya menjadi seorang suami, dia haruslah paham terhadap peran, tugas dan ‎kewajibannya sebagai kepala rumah tangga dengan kewajiban menafkahi istri dan anak-‎anaknya dengan usaha yang halal.‎
Nafkah adalah sesuatu yang urgen untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam ‎keluarga karena dalam hal ini bersifat asasi atau mendasar maka dengan financial yang ‎cukup bisa dikatakan keluarga akan sejahtera, namun perlu diingat bahwa nafkah yang ‎diberikan seorang suami terhadap keluarganya haruslah halal walaupun minim.‎
Anggota keluarga haruslah senantiasa mensyukuri dan merasa cukup atas riski ‎yang diberikan oleh Allah kepada keluarga tersebut. Jika suami istri tidak merasa ‎demikian, sebesar apapun pendapatan yang di dapat keluarga tersebut akan senantiasa ‎merasa kekurangan, tidak punya rasa cukup atas riski yang diberikan, so Qonaah is the ‎key to be success financial. Nah dikatakan sukses itukan, selama seseorang itu melewati ‎segala aktifitas dengan baik dan benar sesuai dengan apa yang Allah perintahkan. Maka ‎kita haruslah yakin bahwa Allah ar Rozaq dan al Ghoni, selama manusia bisa bernafas, ‎pasti riski itu ada ‎
Kusuma yang baik, ‎
Seorang suami adalah kepala rumah tangga dengan kewajibannya menafkahi ‎keluarganya, sedangkan seorang istri pun mempunyai tugas dan perannya menjadi ibu ‎yang baik untuk anak-anaknya serta manager rumah tangganya. Seorang manager ‎pastinya harus mempunyai keahlian dalam mengatur rumah tangganya terutama dalam ‎hal finansialnya, agar sukses mengelola financialnya seorang istri harus tahu mengetahui ‎menjadi manager yang top cer dalam pengaturan keuangannya, ‎
Seorang istri haruslah mengenali tipe manager keuangan keluarga.‎
Jika seorang istri itu mempunyai tipe penghemat bukan menjadi masalah ketika kondisi ‎keungan keluarga terbatas, namun yang menjadi masalah jika istri mempunyai ‎kebiasaaan boros, maka seorang istri haruslah segara menyadari keadaan dirinya yang ‎bertipe pemboros.‎
‎ ‎ Seorang istri haruslah paham mengenai skala prioriotas mana yang menjadi ‎kebutuhan keluarga dan mana yang termasuk keinginan semata, seorang istri mustinya ‎mempunyai keahlian dalam pengelolaan keuangan misalnya membuat anggaran ‎kebutuhan keluarga , harus teliti, jeli, cermat serta punya planning program dalam ‎mengkonstruk atau menyususn anggaran keluarga dengan baik.‎
Jika seorang istri yang dulunya dari keluarga yang serba kecukupan, segala ‎kebutuhannya selama sebelum menikah dipenuhi orang tuanya, tinggal minta langsung ‎dating. Memang sulit untuk beradaptasi dengan kondisi yang berbeda dengan ‎sebelumnya, maka seorang suami bisa memberikan pemahaman kepada istri dengan ‎kondisinya agar qonaah, sabar serta mensyukuri apa yang telah diberikan Allah.‎
Kusuma yang baik,,‎
Selama istri tersebut memahami dan cerdas, InsyaAllah seorang istri akan menjadi ‎partner luar biasa untuk suaminya , seorang istri sholihah akan senantiasa mensyukuri ‎dengan gaji suami yang pas-pasan tetap taat dan patuh kepada suami selama tidak ‎melanggar aturan Allah, jika suami mengijinkan seorang istri bisa membantu suami ‎mencarikan informasi pekerjaan lain atau seorang istri boleh mnecoba usaha tambahan ‎untuk membantu menyokong ekonomi keluarga asalkan istri tidak mengabaikan peran ‎utamanya sebagai ibu dan manager rumah tangganya.‎
Yach…semoga Allah senantiasa memudahkan dan meridhoi selama kita benar-‎benar ikhlas dalam melakukan segala aktifitas dengan penuh ketaqwaan.‎
Wallahu alam bi showab.‎